Kertas Daluang

 

sumber : Dokumentasi Museum Wayang Beber Sekartaji (IG :@museumwayangbeber sekartaji)

No. Sertifikat Penetapan : 153977/MPK.A/DO/2014
Nama Karya Budaya : Kertas Daluang
Domain : Keterampilan dan Kemahiran Kerajinan Tradisional
Tahun Penetapan : 2014
Asal kota kabupaten / Wilayah persebaran : Kota Yogyakarta (Warisan Bersama)
Nama komunitas / organisasi / asosiasi / badan / paguyuban / kelompok social / atau perorangan yang bersangkutan

: Museum Sonobudoyo

: Sekartaji Museum Wayang Beber        

Nama Maestro :  Indra Suroinǥgeno

 

Deskripsi Singkat:

Dluwang / dlancang merupakan sarana pendukung utama bagi penulisan naskah atau tradisi tulis di beberapa wilayah Nusantara. Terutama pada masa Pra-Islam, dluwang merupakan bahan pakaian para pertapa atau kelengkapan upacara keagamaan. Daluang merupakan kertas yang berasal dari kulit pohon glugu (Jawa) atau pohon saeh (Sunda). Nama latin dari pohon ini adalah Broussonetia papyrivera Vent yang dalam bahasa Inggris lebih dikenal dengan sebutan paper mulberry. Kulit pohon ini selain digunakan sebagai media tulis, juga digunakan sebagai media lukis. Lembaran yang dihasilkan memiliki kekuatan, dan ketahanan dalam jangka waktu yang tahan lama, bahkan menghasilkan permukaan yang relatif dasar.

Pemanfaatan daluang di wilayah Yogyakarta, sangat terkait erat dengan keberadaan koleksi naskah-naskah berbahan daluang yang tersimpan di Museum Sanabudoyo dan keberadaan koleksi Wayang Bébér di Dusun Gelaran, Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul. Perlu dipahami bahwa Wayang Bébér merupakan lembaran-lembaran kertas (beberan) yang bergambar tokoh-tokoh atau adegan dalam cerita wayang. Cara memainkannya, lembaran-lembaran kertas tersebut dibuka  (digelar atau dibeber) secara berurutan sesuai dengan adegan-adegan yang terdapat dalam cerita wayang.

Berdasarkan keterangan dari Indra Suroinǥgeno, salah satu pelestari kertas daluang, proses untuk pembuatan kertas daluang membutuhkan waktu tujuh sampai delapan hari. Adapun secara umum pembuatannya sebagai berikut :

  1. Memotong dan mengupas kulit terluar maupun kulit lapisan kedua dari batang pohon. Lapisan ketiga dari batang pohon yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kertas daluang.
  2. Merendam batang pohon yang telah dikupas selama 1-2 hari, dan setelah itu kita fermentasi tanpa tambahan apapun menggunakan daun pisang selama 3-5 hari.
  3. Setelah itu, batang tersebut ditempa atau dipukul hingga berbentuk pipih menggunakan kuningan yang beralas kayu. Semakin lama dipukul, batang kayu akan semakin melebar dan semakin tipis sesuai dengan ketebalan yang diinginkan. Namun, perlu untuk mempelajari teknik memukul secara khusus.
  4. Kemudian, yang terakhir lembaran kayu yang telah menjadi kertas diangin-anginkan sampai kering dan digosok menggunakan batu halus supaya menghasilkan kertas dengan kualitas yang bagus.

Pemanfaatan daluang sebagai media dalam tradisi tulis menulis lebih terlihat di masa Islam. Penggunakan kertas daluang sedemikian memasyarakat khususnya untuk keperluan praktis sehari-hari di lingkungan pesantren dan kebutuhan administrasi pemerintah lokal. Sebagian besar naskah-naskah pada masa Islam ditulis dengan media daluang dan telah menjadi bukti sejarah kejayaan kertas ini di masa lampau dan sekaligus menjadi catatan tersendiri atas pengetahuan nenek moyang. 

Dirangkum dari Argo Twikromo, “Dalung (Dluwang)” dalam Goresan Peradaban #1 : Kumpulan Ragam Warisan Budaya Takbenda Daerah Istimewa Yogyakarta. 2018. Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta : Yogayakarta, hlm. 43-49.