Peristiwa Serbuan Kotabaru 7 Oktober 1945.

Melewati kawasan Kotabaru, mungkin sahabat budaya akan bertanya-tanya siapakah nama-nama jalan yang digunakan di kawasan kotabaru tersebut. Selain itu di kawasan kotabaru juga terdapat tetenger Serbuan Kotabaru di Jl. Wardhani Kotabaru tepatnya di asrama KOREM 040 Pamungkas, menjadi pertanyaan sebenarnya apa yang terjadi di kawasan kotabaru waktu itu.

BEBERAPA PERISTIWA PENTING MENJELANG PEREBUTAN KEKUASAAN DI KOTABARU

Pihak pemerintah militer Jepang di Yogyakarta masih; berpegang teguh pada pendiriannya, bahwa mereka tidak mau mengakui kemerdekaan Indonesia, bahkan dengan beraninya mereka berkata: "Jepang dikuasakan oleh Sekutu untuk menjamin ketentraman dan ketertiban umum sampai tentara pendudukan (Inggris dan Australia) datang" (Himpunan Informasi, 1979: 27). Sebagai tindak lanjut dari sikapnya itu, pihak pemerintah militer Jepang di Yogyakarta membubarkan Peta dan Heiho serta melucuti persenjatannya : guna menghindari timbulnya pemberontakan dari pihak Jepang (Himpunan Informasi, 1979: 76).

Dalam rangka menjaga kemungkinan terjadinya pernberontakan rakyat, pemerintah militer Jepang juga semakin meningkatkan penjagaan-penjagaan dan akan melaksanakan perintah sesuai dengan perintah Kaisar Jepang. Mereka juga masih tetap memberikan perintah-perintah yang seolah-olah mereka yang berkuasa. Mereka juga tetap menguasai perusahaan-perusahaan pabrik-pabrik, kantor¬-kantor dan sebagainya.

 

1. Peristiwa Tjokan Kantai

Peristiwa ini terjadi sebagai reaksi spontan para pejuang Yogyakarta untuk mempertahankan proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan juga amanat kedua Sri Paduka pada tanggal 5 September 1945. Peristiwa penurunan bendera Hinomaru (bendera Jepang) dan penaikan bendera Merah putih di gedung Tjokan Kantai (sekarang gedung Agung) pada tanggal 21 September 1945.

Keberhasilan gerakan penurunan bendera Hinomaru dan pengibaran Merah Putih ini diperkuat oleh satu peleton pasukan Polisi Istimewa (PI), yang bersenjatakan lengkap di bawah pimpinan Oni Sastroadmodjo dan Soendoro (Kesaksian tertulis R. Soenardjo 4 Desember 1995). Pada waktu itu semua pasukan PI yang ada di Gayam (sekarang asrama putera Padang) dikerahkan untuk datang ke gedung Tjokan Kantai (Kesaksian tertulis R. Soenardjo, 4 Januari 1995). Setelah berhasil mengibarkan bendera Merah putih, masa rakyat secara bersama-sama menyanyikan lagu Indonesia Raya (Suhartono dkk., 1983: 23).

 

2. Peristiwa Pelucutan Senjata polisi Istimewa

Setelah PI (Polisi Istimewa) berhasil membantu rakyat dalam peristiwa Tjokan Kantai, selanjutnya di asrama PI (Polisi Istimewa) Gayam diadakan rapat khusus seruruh kesatuan-kesatuan kepolisian termasuk polisi luar kota, yang dipimpin oleh R.P Soedarsono. Pada intinya rapat tersebut mengumumkan bahwa mulai hari itu tanggai 21 September 1945 PI tidak lagi berada dalam perintah pemerintah militer Jepang, tetapi hanya ada satu perintah yaitu dari Yogya Ko (Kedua Sri paduka).

Sementara itu terjadinya peristiwa Tjokan Kantai yang terjadi pada tanggal 21 September tersebut membuat pemerintah militer Jepang gusar, terutama terhadap keterlibatan PI di dalamnya, maka Jepang akhirnya mengambil suatu keputusan yang merupakan maklumat dari Seiko Sikikan, yang isinya tentang larangan memiliki senjata bagi rakyat (Himpunan Informasi, 1979: 104). Sebagai tindak lanjut dari maklumat tersebut, pada tanggal 23 September 1945 pihak Jepang mengumpulkan seluruh kesatuan PI di asrama polisi Gayam untuk dilucuti senjatanya. Berita adanya pelucutan senjata PI ini membuat kemarahan masa rakyat Yogyakarta karena PI lah satu¬-satunya kelompok rakyat yang masih bersenjata. Oni Sastroadmodjo selaku komandan kompi PI segera melaporkan kejadian tersebut kepada Komisaris Kompi Rp. Soedarsono. Melalui Soedarsono pihak pemerintah militer Jepang dibujuk lewat perundingan agar menyerahkan kembali senjata PI.

 

3. Perebutan Kekuasaan Kantor-kantor Jepang

Dengan berhasilnya para pejuang dalam mempertahankan senjata PI, semakin menambah semangat tekad rakyat Yogyakarta untuk siap maju ke ke medan laga menghadapi tentara Jepang yang masih enggan menyerahkan kekuasannya. Tekad rakyat Yogyakata tersebut, direalisasikan dengan sebuah rencana aksi menguasai kantor-kantor, pabrik-pabrik dan perusahaan-perusahaan yang masih berada dalam kekuasaan pemerintah militer Jepang. Aksi ini terjadi pada tanggal 25 dan 26 September 1945 (Suhartono dkk., 1983: 28).

Peristiwa tersebut dilakukan pada jam 10.00 pagi, dan berkat kekuatan yang diatur rapi dan kebijaksanaan pimpinan Komite Nasional Indonesia (KNI) Yogyakarta Moh. Sholeh, akhirnya beberapa kantor, pabrik dan perusahaan berhasil dikuasai dengan cepat tanpa menimbulkan pertumpahan darah (Suhartono dkk.,1983: 82). Selanjutnya sehari sesudah peristiwa tersebut, KNI Yogyakarta mengumumkan kepada segenap pendudok bahwa sejak tanggal 26 September 1945 kekuasaan pemeriraahan di Yogyakarta seluruhnya telah berada di tangan kedua Sri Paduka dan Komite Nasional.

(Diambil dari tulisan Drs. Darto Harnoko BPNB DIY)

Peristiwa Kotabaru juga sudah di buat dokumentasinya dalam liputan peristiwa sejarah; sebuah film dokumenter pendek persembahan Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta pada tahun 2019 bekerjasama dengan Hello Studio.

Klik tautan berikut untuk belajar sejarah kotabaru dengan lebih komprehensif.

part 1

https://www.youtube.com/watch?v=DJJfdmoXpXM

part 2

https://www.youtube.com/watch?v=-9nGoPD8wl8&t=3s