Seniman Macapat Turut Semarakkan HUT Kota Yogyakarta ke-265

Berbusana Gagrak Ngayogyakarta lengkap, seniman macapat Kota Yogyakarta tak ketinggalan dalam menyambut perayaan HUT Kota Yogyakarta ke-265.  Selama 4 hari Senin hingga Kamis (4-7/10) mereka menggelar pertunjukan seni sastra Macapat di Pendopo Ndalem Ngabean Jln. Ngadisuryan No 6. Kraton Yogyakarta, dengan protokol kesehatan yang ketat.

Di area ruang pendopo yang bernuansa klasik Jawa, para seniman Macapat melantunkan panembromo . Seperangkat gamelan Jawa Slendro Pelog, ditabuh oleh para wiyaga mengiringi lantunan tembang yang dilagukan empat-empat atau memiliki jeda pada setiap empat suku kata. 

Sebelas tembang Macapat : Dhandhanggula, Sinom, Durma, Pangkur, Asmaradana, Kinanthi, Mijil, Megatruh, Gambuh, Maskumambang dan Pocung, silih berganti dilantunkan dengan khidmat. 

“Gelar Macapat ini rutin diagendakan setiap tahun oleh Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta. Bertepatan dengan momentum agenda HUT Kota Yogyakarta tahun 2021 ini, kegiatan mengusung tema Mahargya Ambal Warsa Kaping 265: Projo Ngayogyakarta 7 Oktober 1756 – 7 Oktober 2021”, jelas Kasie Bahasa dan Sastra Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, Ismawati Retno di Ndalem Ngabean, Senin (4/10). 

Agenda ini juga menghadirkan praktisi seniman sastra Macapat: Dr Ratun Untoro, M.Hum, Muhammad Bagus Febriyanto, S.S., M.Hum, Slamet Nugroho, S.Pd dan juga KMT Wasitohadibroto.

Menurut Ismawati, “Tanggap terhadap situasi, seniman yang tergabung dalam Paguyuban Macapat Kota Yogyakarta ini juga menyesuaikan dengan tembang Macapat yang mereka bawakan, diantaranya berlirik lagu tentang situasi pandemic dan juga tentang perayaan HUT Kota Yogyakarta”. 

Hal ini selaras juga dengan tema HUT Kota Yogyakarta 2021, tanggap, tanggon dan tuwuh. Sudah hampir dua tahun situasi pandemic berlangsung, seniman Macapat Kota Yogyakarta juga terus tanggap menyesuaikan diri dengan kondisi. Agenda-agenda yang sebelumnya rutin mereka gelar untuk bersama-sama melantunkan tembang Jawa, pun dilaksanakan menyesuaikan situasi. 

“Para seniman Macapat Kota Yogyakarta ini tanggon atau selalu tangguh dalam menghadapi situasi, mereka terus kuat dan pantang menyerah dalam melestarikan budaya Macapat. Begitupula mereka tuwuh, memiliki kemampuan dan semangat untuk terus menghidupkan tembang Macapat di kalangan masyarakat Kota Yogyakarta,” lanjut Ismawati. 

Ketua Paguyuban Macapat Kota Yogyakarta, KMT Projosuwasono, mengatakan bahwa Macapat adalah wujud karya seni, sebagaimana seni suara atau vocal. Di dalam macapat terdapat aturan-aturan yang harus diperhatikan dan tidak boleh ditinggalkan, seperti: pupuh, titi laras, gatra, wilanganing  wanda, dan pedhotan. 

“Tembang Macapat ini keberadaanya dimulai sejak jaman Kerajaan Demak. Dahulu diciptakan oleh para ulama atau para wali sebagai sarana menyebarkan agama Islam,” jelasnya.  

Sementara Kepala  Bidang Sejarah, Permuseuman, Bahasa dan Sastra Dinas Kebudayaan, Dwi Hana Cahya Sumpena berharap agar gelar Macapat yang dilaksanakan saat ini dapat menjadi sarana untuk melestarikan tembang Macapat dan juga menumbuhkan rasa cinta terhadap seni sastra Jawa di Kota Yogyakarta. (ism)