Lembaga Budaya Ber-NIK Harus Siap Naik Kelas

    Yogyakarta – Peningkatan jumlah lembaga budaya terdaftar atau lembaga budaya ber-Nomor Induk Kebudayaan (NIK) menjadi modal kuat bagi pelestarian dan pengembangan budaya di Kota Yogyakarta. Hal tersebut disampaikan Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogyakarta, Yetti Martanti, S.Sos., M.M. dalam acara Sosialisasi Program Pembinaan Lembaga Budaya Ber-NIK di Horaios Malioboro Hotel pada Selasa (14/6).

    Di hadapan perwakilan pengurus lembaga budaya dan Ketua Rintisan Kelurahan Budaya Se-Kota Yogyakarta, Yetti Martanti menyampaikan apresiasi atas peran lembaga budaya yang telah berkontribusi dalam pemajuan kebudayaan di Kota Yogyakarta. “Melihat peran yang sedemikian penting, maka pemerintah perlu melakukan pengindentifikasian dan pendataan lembaga budaya melalui Nomor Induk Kebudayaan,” jelasnya.

    Yetti Martanti menambahkan agar pengurus lembaga budaya menyadari manfaat kepemilikan NIK. Salah satu manfaat NIK adalah mendapatkan prioritas untuk dilibatkan dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan). Meskipun demikian, katanya, ada ketentuan atau standar tertentu yang harus dimiliki oleh lembaga budaya bila ingin dilibatkan dalam kegiatan atau mendapatkan fasilitasi dari pemerintah. “Tentu saja hanya lembaga budaya yang sudah mencapai grade tertentu dan memenuhi standar yang diprioritaskan,” tuturnya.

    Hadir sebagai narasumber, Paksi Raras Alit, menekankan penerapan standarisasi bukan bertujuan untuk membatasi kreativitas seniman melainkan untuk meningkatkan kualitas kreativitas seni budayanya. Menanggapi hal ini, Anggota Dewan Kebudayaan Kota Yogyakarta tersebut mengingatkan perlunya lembaga budaya meng-upgrade kemampuan terutama dalam mengelola sebuah pementasan. “Adanya standarisasi ini tentu saja menjadi kesempatan bagi lembaga budaya untuk naik kelas,” katanya.

    Narasumber lainnya, Setyo Harwanto, menjelaskan bahwa kesiapan lembaga budaya untuk “naik kelas” mau tidak mau harus didukung dengan kemampuan manajemen organisasinya. Pengurus lembaga budaya harus mulai mempertimbangkan perlunya manajemen organisasi, manajemen keuangan, dan manajemen pementasan. Lembaga budaya mendaftarkan NIK bukan hanya untuk keperluan syarat administrasi mendapatkan fasilitasi saja, tetapi menjadi modal awal untuk mengelola organisasinya. “Lembaga budaya tidak hanya ada saat mendaftarkan NIK, tetapi harus benar-benar aktif menjaga eksistensinya,” tutupnya. [Muchlis]