Mekaring Seni Macapat Ginelar Ing Jagat Anyar
Mangga nyuwun Ngarsaning Kang Maha Kwasa
Para warga ing Kitha Ngayogyakarta
Tansah cinaketna sih klawan nugraha
Tinebihna ing sakathahing rubeda
Alunan tembang yang sarat dengan doa harapan agar semua warga Yogyakarta dekat dengan anugerah dari Yang Maha Kuasa dan dijauhkan dari segala mara bahaya ini mengalun syahdu, didendangkan oleh para seniman yang konsisten dalam melestarikan tradisi budaya Macapat gaya Yogyakarta, diiringi dengan lantunan gamelan dengan nada yang indah.
Sebagaimana sains dan teknologi, seni juga merupakan proses cipta, rasa dan karsa. Sains, teknologi dan seni, adalah ekspresi yang menjadi bagian dari budaya manusia. Tak salah jika urusan Bahasa dan Sastra Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogyakarta berkolaborasi dengan Taman Pintar Yogyakarta, melaksanakan gelar tradisi macapat di Hall Phytagoras, Rabu (22/6).
Gelar Macapat ini menghadirkan seniman sastra macapat ternama di Yogyakarta: KMT Projo Suwasana dan Mas Wedana Dwijo Sumarto Nugroho, S.Pd, sebagai narasumber utama, serta panatacara Muhammad Faisal.
Menghadirkan pula kelompok seniman purwo Langen Raras dari Kemantren Kraton yang akan bertindak sebagai wiyaga (penabuh gamelan) yang mengiringi lantunan tembang macapat. Sedangkan peserta gelar macapat adalah 70 (tujuhpuluh) orang seniman pelestari tradisi macapat dari paguyuban macapat kemantren di Kota Yogyakarta.
“Mekaring Seni Macapat Ginelar Ing Jagat Anyar, menjadi tema yang diusung pada pagelaran ini. Seiring dengan harapan kita semua di era tatanan baru ini, agar seni tradisi macapat terus hidup dan berkembang di tengah masyarakat,” tutur Plh Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogyakarta, Dra Ratih Ekaningtyas saat membuka acara.
Pada kesempatan Gelar Macapat tersebut, dibawakan tembang Pangkur Tolak Bala, Mijil Wedhariningtyas, Dhandhanggula Muji Sukur Yogyakarta Tetep Istimewa, Mijil Yogyakarta Berhati Nyaman, Uran-uran Semut Ireng dan tembang lainnya, serta ditutup dengan Sekar Pangkur Segara Kidul.
Macapat adalah seni tradisi yang sarat akan makna adiluhung. Bait-bait dalam tembang macapat memiliki nilai religius tinggi, dalam sejarahnya telah digunakan sebagai media penebar kebaikan oleh orang-orang bijak di masa silam.
Agenda ini rutin digelar setiap tahun sebagai bagian dari upaya pelestarian seni sastra macapat bergaya Yogyakarta. Sudah berlangsung sejak 2016 hingga saat ini. Seniman macapat yang ikut berperan serta aktif berasal dari semua golongan usia, dari anak SD hingga lanjut usia. Agenda terbuka untuk umum, gratis bagi seluruh pengunjung Taman Pintar di hari itu.
Kasie Bahasa dan Sastra Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogyakarta, Ismawati Retno, SIP, MA, pada kesempatan itu mengatakan bahwa, agenda ini terus konsisten dijalankan sebagai bagian dari agenda sastra di Kota Yogyakarta.
“Kami mengemas agenda ini agar dapat disaksikan lebih dekat dengan masyarakat. Pemilihan lokasi di Taman Pintar mengandung harapan agar pengunjung yang sebagian besar berusia muda dapat menyaksikan langsung pertunjukan seni tradisi yang selama ini semakin jauh dari mereka, karena mencintai dimulai dari sebuah kedekatan,” ujarnya.
Desi (32 th) salah seorang pengunjung Taman Pintar yang berkesempatan menyaksikan Gelar Macapat tersebut, menyatakan kegembiraannya dapat mengikuti secara langsung pertunjukan budaya tradisional tersebut.
“Saya kagum dengan warisan seni tradisi macapat dari Kraton Ngayogyakarta ini. Tembangnya enak didengar, dan membuat hati saya bergetar. Betapa pendahulu kita pencipta tradisi seni macapat sangat brilian dalam mengemas kata penuh makna menjadi sebuah tembang-tembang yang penuh pesan moral kehidupan,” ujarnya. (ism)