LAWATAN NUSARAYA MERAJUT KEBINEKAAN 2022 3-5 November 2022
Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta (3-5 November 2022) menginisiasi kegiatan budaya dalam bentuk pameran dan sinergi talk. Kegiatan ini membawa misi untuk menelusuri ulang relasi budaya yang terjalin antara Yogyakarta dan Palembang berabad-abad silam. Rupanya, genealogi Jawa dan Palembang ditemukan melalui jalur keturunan dari Prabu Kertabumi Brawijaya V, raja dari Majapahit dengan istrinya putri dari Cina yang lahir dan besar di Palembang di istana Ario Dillah. Pada pemerintahan Pangeran Ario Kusumo, Palembang memutuskan hubungan dengan Mataram dan menggelar pemerintahannya sendiri. Pangeran Ario Kusumo pun menjadi Sultan Palembang pertama (1659-1706), bergelar Sultan Abdurrahman Kholifatul Mukminin Sayyidul Imam. Kesultanan Palembang secara terus-menerus melanjutkan pola pemerintahannya hingga tiba pada pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin II (1803-1821).
Pada pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin II, Kesultanan Palembang mendapat kunjungan dari Mayor Robert Rollo Gillespie (1812). Di kemudian hari, Gillespie inilah yang memimpin Pasukan Inggris dan Sepoy untuk meruntuhkan Yogyakarta ketika peristiwa Geger Sepehi. Terlepas dari berbagai catatan sejarah masing-masing kota kerajaan, baik Jawa [Yogyakarta] maupun Palembang saling terkait. Keterkaitan ini membentuk satu sistem egaliter yang membangun konstruksi relasi kuasa, seperti ulasan strukturalis Michael Foucault. Kekuasaan tidak dimiliki dan dipraktekkan dalam suatu ruang lingkup dimana ada banyak posisi yang secara strategis berkaitan antara satu dengan yang lain. Foucault meneliti kekuasaan lebih pada individu sebagai subjek dalam lingkup yang paling kecil. Karena kekuasaan menyebar tanpa bisa dilokalisasi dan meresap ke dalam seluruh jalinan sosial.
Konteks relasi kuasa dalam pertumbuhan masyarakat Yogyakarta-Palembang adalah keterbukaan yang terjadi pada kanal-kanal sosial. Hadirnya keberagaman entitas besar di masing-masing daerah. Di Palembang tercatat beberapa entitas seperti Cina, Arab, dan Tamil-India yang hidup berdampingan dengan bangsawan lokal, begitu pula di Yogyakarta. Tata pemerintahan yang harmoni, seolah menjadi cermin dari kedua kota kerajaan.
Mengenai keberadaan entitas yang heterogen, kedua daerah kemudian secara terbuka berangsur-angsur menerima pengaruh dari budaya lain. Entitas Cina erat dengan budaya perniagaan dan Palembang rupanya menjadi kota tujuan bagi entitas tersebut. Orang Cina menjadi entitas pertama yang masuk ke Palembang pada abad ke-16. Palembang pun menjadi salah satu koloni tertua Cina di Asia Tenggara, bahkan lebih tua dari usia Kesultanan Palembang. Mereka banyak yang menjadi mitra dagang sultan sekaligus saudagar perantara yang memenuhi permintaan berbagai kebutuhan barang impor.
Di sisi lain, para pedagang Cina keliling juga banyak mendominasi jalur dagang perairan. Banyak dari mereka menggunakan perahu yang dikenal dengan nama wangkang-Cina. Ukurannya lebih kecil dari pada jung-Cina. Perahu-perahu tersebut berfungsi sebagai toko di atas kawasan maritim Palembang, sekaligus juga sebagai tempat tinggal. Susunan ruangan perahu biasanya terdiri dari ruangan belakang yang sempit untuk dapur, ruang tengah beratap untuk tidur, dan pelataran depan untuk berjualan berbagai jenis kebutuhan sehari-hari mulai dari sayur-mayur, garam, ikan kering, beras, sampai aneka macam ramuan. Pada konteks kebudayaan yang lebih kompleks, entitas Cina banyak menyumbang pengetahuan di bidang teknologi sederhana seperti penggilingan tebu, hingga bakiak. Akulturasi budaya selanjutnya menjadi perihal utama yang memayungi kedua budaya besar dalam satu ruang.
Menyoal interaksi budaya, melalui sinergi talk, Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan Kota Palembang, akademisi, dan unsur masyarakat kreatif berdiskusi untuk merumuskan program budaya bersama. Digawangi oleh Yetti Martanti, S.Sos. M.M. (Kepala Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta), kegiatan sinergi talk menjadi ruang subur diskusi antara masyarakat umum, mahasiswa, media, komunitas, hingga kelompok independent yang menaruh perhatian terhadap kebudayaan. Berlokasi di Rumah Sintas, kegiatan sinergi talk dan pameran digelar untuk memberi warna Jogja di tengah kebudayaan Palembang, Bumi Sriwijaya.