Macapat Tatag Teteg Tutug: Lantunkan Tembang Harapan Untuk Lestarinya Budaya Jogja
Senin hingga Rabu (29 - 31) Mei 2023, selama 3 (tiga) hari digelar pertunjukan Macapat Tatag Teteg Tutug di Hall Phytagoras Taman Pintar Yogyakarta. Agenda ini seiring dengan perayaan HUT ke-76 Pemerintah Kota Yogyakarta.
Tema Tatag Teteg Tutug diangkat dengan harapan agar dapat menumbuhkan mental yang kuat di kalangan masyarakat Kota Yogyakarta terutama dalam hal pelestarian budaya. Hal ini diartikan kuat mental menjalani tantangan, konsisten untuk terus teguh dalam pendirian dan tanggung jawab sampai tuntas dalam mengerjakan sesuatu.
Sebanyak 200 pelestari sastra lokal Macapat melantunkkan donga tolak bala dalam bentuk tembang pangkur, serat piwulang patraping gesang dalam bentuk tembang dhandhangula, kinanthi dan mijil serta gendhing-gendhing dolanan, seperti ilir-ilir, gundhul-ghundul pacul lancaran milangkori, lancaran kuwi apa kuwi, dan lancaran mbok-ya mesem. Kemudian dilanjutkan dengan Pandonga Murih Raharjaning NKRI, ditutup dengan Sekar Pangkur Segara kidul. Seperangkat gamelan akan ditabuh oleh pengrawit mengiringi lantunan tembang pada Gelar Macapat ini.
Mereka berasal dari paguyuban macapat di 14 (empat belas) Kemantren di Kota Yogyakarta. Menariknya mereka hadir mengenakan busana tradisional gagrak Ngayogyakarta jangkep. Surjan/kebaya lurik, kain jarik, lengkap dengan keris dan blangkon motif Yogyakarta.
Hadir sebagai narasumber dari Kraton Yogyakarta KMT Projo Suwasana dan KMT Wijaya Pamungkas, dari Puro Paku Alaman Mas Ngabehi Citropanambang, serta dari Balai Bahasa DIY Dr. Ratun Untoro, M.Hum,
Dr. Ratun Untoro, M.Hum mengapresiasi agenda Gelar Macapat ini. "Ini bentuk perhatian, dukungan dan keterlibatan Pemkot Yogyakarta dalam pembinaan, pelindungan, dan pelestarian macapat".
Menurut Ratun, saat ini macapat sudah menjadi ilmu yang dipelajari struktur dan pola pelantunannya. Oleh karena sudah menjadi ilmu, ia perlu terus dipelajari dan dipraktikkan berulang-ulang baik saat formal maupun informal. Pergeseran macapat dari nafas kehidupan menjadi sebuah ilmu pengetahuan bisa dipandang sebagai keunggulan sekaligus kelemahan yang perlu kita pikirkan bersama.
Senada hal itu, Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogyakarta, Yetti Martanti, S.Sos., M.M mengatakan bahwa macapat selama ini menjadi kekayaan intelektual masyarakat Jawa yang perlu terus dipertahankan dan diselaraskan dengan perkembangan zaman. Ini pula yang menjadi alasan Kundha Kabudayan rutin menggelar agenda ini.
"Sejak awal kemunculannya, berbagai jenis tembang macapat dan cara pelantunannya sudah kasarira (embody) dalam kehidupan sehari-hari. Kakek nenek moyang kita tidak perlu usaha keras menghafalkan dan mempelajari macapat baik struktur metrum maupun pola pelantunannya. Macapat sudah menjadi nafas keseharian dan sesuai dengan irama hidup orang Jawa. Tidak mengherankan jika pada zaman dahulu, sering kita temui orang bekerja sambil rengeng-rengeng (bersenandung)," tuturnya.