Menjadi Penerjemah Sastra: Perspektif dan Tantangan di Festival Sastra Yogyakarta 2024
YOGYAKARTA — Pada hari ketiga Festival Sastra Yogyakarta (FSY) 2024, diskusi bertajuk Kelas Menjadi Penerjemah Sastra digelar di Taman Budaya Embung Giwangan, Sabtu (30/11). Acara ini menghadirkan dua penerjemah terkemuka, Landung Simatupang dan Onny Suryaman, dengan Arum Candra, Dosen Sastra Prancis UGM, bertindak sebagai moderator. Diskusi berlangsung hangat, dihadiri oleh peserta yang antusias mendalami dunia penerjemahan sastra.
Diskusi ini membuka wawasan baru tentang bagaimana penerjemahan tidak sekadar alih bahasa, tetapi juga sebuah seni yang melibatkan rasa dan sensitivitas budaya. Landung Simatupang, yang dikenal sebagai sutradara dan pemeran teater, berbagi pandangannya mengenai pendekatan kreatif dalam menerjemahkan karya sastra. Ia menyebut pentingnya memahami "jiwa" teks. "Membayangkan diri sebagai sutradara membantu penerjemah memahami karakter, dialog, dan suasana cerita," ujarnya.
Sementara itu, Onny Suryaman, yang juga dikenal lewat terjemahan karya fiksi ilmiah seperti The Three-Body Problem, mengupas pentingnya memahami aspek teknis penerjemahan. Ia mengingatkan para peserta untuk tidak hanya fokus pada teks, tetapi juga memperhatikan hak cipta, negosiasi dengan editor, dan dinamika penerbitan. "Seorang penerjemah adalah jembatan antara dua budaya," kata Onny, menegaskan peran strategis penerjemah dalam menjembatani karya lintas bahasa.
Tantangan dan Seni Penerjemahan
Sesi ini juga membahas tantangan unik dalam penerjemahan. Landung mengungkap pengalaman menerjemahkan langsung dalam konteks internasional, seperti di Australia, yang membutuhkan spontanitas sekaligus kepekaan budaya. Di sisi lain, Onny membagikan pengalamannya menghadapi perbedaan ekspektasi dengan editor. "Kadang, kompromi diperlukan untuk menjaga keseimbangan antara gaya cerita dan kebutuhan pasar," tambahnya.
Peran Teknologi dalam Penerjemahan
Topik menarik lain yang muncul adalah peran teknologi, termasuk kecerdasan buatan (AI), dalam proses penerjemahan. Menurut Landung, meskipun AI bisa menjadi alat bantu, keputusan akhir tetap memerlukan sentuhan manusia. "AI dapat membantu mempercepat proses, tetapi penerjemahlah yang menentukan bagaimana sebuah cerita disampaikan dengan baik," katanya.
Penutupan yang Bermakna
Diskusi ditutup dengan pesan mendalam tentang pentingnya peran penerjemah dalam menyatukan budaya. Para peserta juga mendapat kesempatan untuk berbincang santai dengan narasumber dan berbagi pengalaman masing-masing.
Festival Sastra Yogyakarta 2024 kembali menunjukkan bahwa sastra tidak hanya soal karya tulis, tetapi juga bagaimana karya tersebut diterjemahkan dan diterima oleh dunia. Diskusi ini menjadi salah satu momen berharga yang memperkaya wawasan peserta tentang dinamika dan seni penerjemahan.