Bincang Buku Ibe S. Palogai: Puisi di Tengah Kehidupan yang Terus Berjalan

YOGYAKARTA — Salah satu acara yang menarik perhatian dalam Festival Sastra Yogyakarta (FSY) 2024 adalah diskusi buku bertajuk Bincang Buku “Hidup Tetap Berjalan dan Kita Telah Lupa Alasannya”. Diskusi ini berlangsung pada Sabtu (30/11/2024) di Taman Budaya Embung Giwangan, dengan menghadirkan penyair Makassar, Ibe S. Palogai. Acara ini dipandu oleh penulis Alfin Rizal sebagai moderator.

 

Puisi Sebagai Cermin Kehidupan

Melalui buku puisi terbarunya, Hidup Tetap Berjalan dan Kita Telah Lupa Alasannya, Ibe S. Palogai menyelami berbagai aspek perjalanan hidup manusia. Buku ini menampilkan puisi-puisi yang merayakan kompleksitas manusia dengan kejujuran yang apa adanya, menyentuh tema-tema kerentanan, validasi diri, dan pencarian makna di tengah perubahan zaman.

Judul buku ini, menurut Ibe, mencerminkan bagaimana manusia terus melangkah, meski sering lupa akan alasan di balik setiap langkah. “Kehidupan selalu berjalan, bahkan ketika kita kehilangan arah. Dari pengalaman-pengalaman sulit, seperti bencana atau perubahan sosial, kita belajar untuk bangkit dan menemukan kembali tujuan,” ujar Ibe.

Relevansi Puisi di Zaman Modern

Dalam diskusi tersebut, Ibe dan Alfin membahas relevansi puisi di tengah dunia yang serba cepat dan sarat informasi. Di era yang mengutamakan kecepatan dan viralitas, puisi dianggap tetap menjadi medium yang penting untuk merefleksikan makna kehidupan.

 

“Puisi adalah ruang untuk berhenti sejenak di tengah banjir informasi. Ia membantu kita menemukan makna di balik hiruk-pikuk kehidupan,” ungkap Alfin.

Ibe juga berbagi pandangannya tentang bagaimana sastra, khususnya puisi, beradaptasi dengan ekosistem kontemporer. Ia menyoroti bahwa puisi mampu menawarkan perspektif baru terhadap berbagai isu global, mulai dari dampak kapitalisme hingga krisis lingkungan.

Ekonomi dan Seni: Tema Sentral dalam Karya Ibe

Salah satu tema utama dalam buku ini adalah ekonomi, yang menurut Ibe memainkan peran penting dalam kehidupan dan seni. Meski sering dianggap tabu, isu ekonomi menjadi salah satu dasar dari perubahan sosial yang memengaruhi kehidupan manusia.

"Uang memang bukan segalanya, tetapi ia adalah fondasi yang menggerakkan banyak hal, termasuk seni. Saya ingin menunjukkan bagaimana kapitalisme dan teknologi memengaruhi hubungan manusia, namun kita tidak boleh melupakan nilai-nilai kemanusiaan," ujar Ibe.

 

Metafora Krisis Pisang

Dalam buku ini, Ibe menggunakan metafora unik berupa krisis pisang sebagai simbol kepunahan dan ketidakpastian. Ia menggambarkan pisang sebagai sesuatu yang rapuh, mudah hilang, seperti banyak hal dalam hidup yang sering kita anggap pasti.

"Pisang adalah pengingat bahwa segala sesuatu di dunia ini bisa berubah dan hilang kapan saja. Dalam buku ini, saya ingin menyampaikan bahwa di balik kepunahan dan kehilangan, selalu ada ruang untuk belajar dan berkembang," jelasnya.

FSY 2024: Ruang Dialog dan Refleksi

Diskusi ini merupakan bagian dari rangkaian acara hari ketiga FSY 2024, yang menghadirkan berbagai program untuk merayakan dan mendalami dunia sastra. Kolaborasi dengan Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) turut memperkaya diskusi dengan perspektif global.

Melalui acara ini, FSY 2024 tidak hanya menjadi panggung bagi para penulis dan penyair, tetapi juga menguatkan sastra sebagai medium untuk menggugah kesadaran sosial dan refleksi personal di tengah kompleksitas dunia modern.