Gambar 01. Benteng Baluwerti

Sebuah kerajaan diidentikan dengan tempat tinggal raja dan keluarga raja dengan bangunan yang megah dengan perlindungan berlapis untuk menghalau serangan musuh. Bangunan untuk melindungi wilayah inti kraton dikenal dengan Benteng. Sebagai salah satu wilayah yang pernah berdiri sebagai kerajaan, di Yogyakarta terdapat beberapa bangunan benteng. Benteng Kraton Yogyakarta yang menjadi salah satu ciri atau ikon Yoyakarta, selain itu juga menjadi saksi sejarah perjalanan pemerintahan Kraton Yogyakarta. Salah satu benteng bersejarah di kraton Yogyakarta adalah Benteng Baluwerti.

Kraton Yogyakarta memiliki dua lapis tembok benteng. Lapisan dalam berupa tembok cepuri yang mengelilingi kedhaton, atau kawasan keraton. Tembok berikutnya jauh lebih luas dan kuat, disebut dengan tembok Baluwarti, yang memiliki kesamaan bunyi dengan kata baluarte dari Bahasa Portugis yang juga berarti benteng. Selain kedhaton, tembok Baluwarti juga melingkupi kawasan tempat tinggal kerabat Sultan dan pemukiman Abdi Dalem, area yang kini sering disebut sebagai kawasan Jeron Beteng.

Benteng Baluwarti dibangun pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono I dan selesai pada era pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono II. Pada awalnya benteng ini sebagai pertahanan akan serangan yang dilakukan oleh penjajah. Satu kesatuan beteng itu sendiri dulunya terdiri dari lima buah pintu sebagai akses atau yang dikenal dengan plengkung dan dikelilingi oleh empat bastion pada empat sudut beteng. Plengkung tersebut antara lain Plengkung Tarunasura (Wijilan), Plengkung Nirbaya (Gadhing), Plengkung Jagasura, Plengkung Jagabaya, dan Plengkung Madyasura/Tambakbaya (Plengkung Bunthet). Bentuk benteng mirip persegi empat, namun lebih besar bagian timur. Benteng keraton dari timur ke barat memiliki panjang 1200 meter, sedang arah utara ke selatan 940 meter.

Gambar 02. Plengkung Madyasura Tempo Dulu

Benteng Baluwarti merupakan saksi bisu terjadinya peristiwa Geger Sepoy yang terjadi pada 19-20 Juni 1812. Bala tentara Inggris  yang saat itu menguasai Jawa menyerang Keraton Yogyakarta. Pasukan Inggris dibawah Kolonel James Watson berhasil meledakkan gudang mesiu yang berada di Pojok Beteng Timur Laut. Perang ini juga membuat Plengkung Madyasura ditutup secara permanen sebagai bagian dari strategi pertahanan, setelah sebelumnya pihak Keraton Yogyakarta mendengar bahwa pasukan musuh berencana masuk melalui plengkung tersebut. Akibat ledakan yang dahsyat tersebut, sekarang ini benteng Baluwati hanya menyisakan tiga bastion, yakni Pojok Beteng Wetan, Pojok Beteng Kulon, dan Pojok Beteng Lor (sekarang depan taman parkir Ngabean).

Puncak serangan pasukan koalisi kerajaan Inggris (prajurit Sepoy dan Inggris) terhadap krtaon Yogyakarta adalah pada hari kedua, 20 Juni 1812. Ketika fajar menyingsing prajurit -prajurit Inggris, dan Sepoy, dan juga orang-orangnya Pangeran Notokusumo menyebar mengepung tembok keraton. Beberapa dari mereka berhasil masuk benteng Baluwarti dengan menggunakan tangga bambu yang telah disiapkan oleh Kapiten Cina, Tan Jin Sing, tokoh masyarakat Tionghoa yang sangat mendukung serbuang Inggris, sikap inilah yang kelak menimbulkan sentimen anti-Tionghoa yang sangat kuat di Yogyakarta. Akibat serangan ini, Sultan Hamengkubuwono II ditangkan dan ditawan oleh Inggris.

Saat ini, di Benteng Baluwarti digunakan sebagai salah satu tempat untuk melaksanakan kegiatan tradisi Malam 1 Suro di kraton Ngayogyakarta. Pada Malam 1 Suro dilaksanakan upacara mengarak benda pusaka mengelilingi benteng Baluwarti keraton Ngayogyakarta Hadiningratyang diikuti oleh ribuan warga Yogyakarta dan sekitarnya. Selama melakukan ritual mubeng beteng tidak diperkenankan untuk berbicara seperti halnya orang sedang bertapa. Inilah yang dikenal dengan istilah tapa mbisu mubeng beteng.

Gambar 03. Tradisi Tapa Bisu Mubeng Benteng di Malam 1 Suro

 

Sumber Referensi:

Tim Penyusun Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta. 2018. Kajian Pemukhtahiran Data Bangunan Cagar Budaya Kota Yogyakarta. Yogyakarta: CV Pandhawa Jaya Reswara.

Tim Penyusun Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta. 2018. Menguak Kejayaan Bangunan Masa Lalu Kota Yogyakarta. Yogyakarta: Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta.

09.05 WIB/16/08/2021