Sumber : Dokumentasi Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat
Sumber : Dokumentasi Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat
No. Sertifikat Penetapan : 85162/MPK.E/D0/2015
Nama Karya Budaya : Mubeng Benteng Karatan Ngayogyakarta Hadiningrat
Domain : Adat Istiadat Masyarakat, Ritus, dan Perayaan.
Tahun Penetapan : 2015
Nama komunitas / organisasi / asosiasi / badan / paguyuban / kelompok social / atau perorangan yang bersangkutan : Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat           
Maestro Karya Budaya : KMT Projosuwasono ; Purwadmadi

 

Deskripsi Singkat;

Prosesi Mubeng Benteng Karatan Ngayogyakarta Hadiningrat merupakan perayaan yang diperingati ketika memasuki tahun baru, baik tahun Hijriyah maupun tahun baru Jawa. Prosesi ini merupakan bagian dari tirakat lampah ratri, yakni munajat atau madrawa ke hadirat Allah SWT dengan berjalan mengikuti lintasan tertentu. Di Yogyakarta ada beberapa lintasan yang digunakan lampah ratri, antara lain : lintasan dari pojok beteng wetan Karaton sampai ke pantai Parangkusumo Bantul ; kedua, lintasan mengikuti kontur kelima masjid pathok nigari Karaton Yogyakarta ; ketiga, lintasan jagan njaban peninggalan Karaton Kotagedhe ; ada juga yang melaksanakan lampah ratri dengan keliling desa atau kampong. Namun, yang paling popular adalah lampah ratri dengan mengelilingi beteng Karaton Yogyakarta. Prosesi ini dahulunya merupakan upacara resmi dari Karaton atau upacara kenegaraan Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat yang dilaksanakan atas perentah dalem Sri Sultan Hamengkubuwana yang bertahta dan dilaksanakan oleh para abdi dalem. Seiring waktu, mubeng beteng dilaksanakan oleh masyarakat dan komunitas abdi dalem  saja. Setidaknya pada 2017, prosesi upacara ini dilepas setelah memperoleh perkenan dari GKR Mangkubumi, putri Sri Sultan Hamengkubuwana X.

Prosesi Mubeng Benteng Karatan Ngayogyakarta Hadiningrat terinspirasi oleh perjalanan suci hijrah dari Mekkah-Madinah oleh rombongan  Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Perjalanan yang penuh keprihatinan dan penderitaan melintasi lautan pasir yang sangat panas tanpa menggunakan alas kaki. Suasana tersebut yang kemudian menjadi landasan peringatan tahun baru di Jawad an Nuswantara sebagai laku prihatin. Di samping itu, pelaksanaan lampah ratri tersebut juga dilaksanakan dengan tapa bisu (tanpa berbicara) dan juga tanpa menggunakan alas kaki. Jadi sangat berbeda suasana kejiwaannya dengan peringatan tahun baru masehi yang dirayakan dengan pesta pora dan huru-hara. Sementara mubeng banteng menciptakan suasana yang khidmat, senyap dan keramat untuk merefleksikan diri selama satu tahun sebelumnya.

Sebelum pelaksanaan lampah ratri, dilaksanakan terlebih dahulu pembacaan doa Akhir Tahun, Doa Awal Tahun, dan doa bulan Suro. Dilanjutkan prosesi pemberian restu dari ulama petinggi karaton Kanjeng Kyahi Penghulu. Lalu dimulai dengan pembacaan doa yang berisi permohonan kemakmuran dan perlindungan ke hadirat Allah SWT.

Dirangkum dari Herman Sinung Janutama, “Mubeng Beteng Karatan Ngayogyakarta Hadiningrat” dalam Goresan Peradaban #1 : Kumpulan Ragam Warisan Budaya Takbenda Daerah Istimewa Yogyakarta. 2018. Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta : Yogayakarta, hlm. 169-173.