Belum meredanya wabah Covid-19 di berbagai belahan dunia tidak menghentikan semangat Dinas Kebudayaan Provinsi D.I Yogyakarta untuk tetap mendukung dan apresiasi budayawan juga seniman Yogyakarta untuk terus berkarya di tengah berbagai tantangan yang hadir.

Dengan mengusung tema besar ‘MULANIRA2’ dengan judul ‘Akar Hening di Tengah Bising’, Pemerintah D.I Yogyakarta berharap tema tersebut dapat dimaknai sebagai pengingat bahwa se-riuh apapun kondisi yang dijalani oleh seseorang saat ini, ruang dalam mengupayakan produksi pengetahuan serta kepekaan untuk mempertajam daya baca akan situasi pageblug harus tetap ada.

Jika pada ‘MULANIRA’ tahun 2019 festival digelar secara leluasa, maka pada tahun ini format yang disajikan cukup berbeda yakni melalui konsep daring dan dan luring yang menyesuaikan dengan keamanan protokol kesehatan. Masyarakat dapat menikmati seluruh pertunjukan pra-event mulai dari 7 September dan event secara daring dan luring dalam program televisi dan radio yang digelar selama 6 hari mulai tanggal 21 s/d 26 September 2020.

Pertunjukan pra-event akan dilakukan oleh Local Heroes yakni band ‘The Produk Gagal’ pada 7 September 2020 pukul 16.00 WIB dan program kedua adalah Nafas Tanafas dari kolaborasi pekerja seni lintas disiplin Jamaluddin Latif, Wasis Tanata dan Ismoyo Adhi pada 14 September 2020 pukul 16.00 WIB.

Beberapa rangkaian main event yang dilaksanakan adalah Pameran Perupa kota Yogyakarta yang diikuti oleh 30 orang seniman/perupa yang berdomisili di Kota Yogyakarta dan terdampak Covid-19, pergelaran seni musik ‘Magangsa’, Wayang Cinema serta Dagelan Guyon Maton. Khusus untuk Pameran Seni Rupa akan dilakukan secara luring selama 21 s/d 23 September di The Phoenix Hotel Yogyakarta dengan batasan kunjungan dan penerapan protokol kesehatan yang ketat. Hal tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan pengalaman berkesenian, yang mana tidak seluruh karya seni dapat dinikmati secara maksimal jika medianya berganti.

Gambar 1. Goresan pertama dari Ibu Kepala Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta sebagai penanda pembukaan acara pameran

Sementara itu panggung virtual akan dimeriahkan oleh pergelaran musik, wayang, dan dagelan.  Pergelaran musik ‘Magangsa’ sendiri merupakan penampilan karya musik tradisional gamelan yang dipadu dengan alat musik modern, yang mana disadur dari istilah ‘gangsa’ yang berarti meluhurkan gamelan. ‘Magangsa’ merepresentasikan aktivitas komunal, olah rasa dan semangat menjaga kebersamaan dalam keanekaragaman, yang sesuai dengan identitas pluralitas Yogyakarta yang humanis. Gelaran yang juga manifestasi dari sikap keterbukaan Yogyakarta terhadap warisan budaya leluhur yang senantiasa dijaga di tengah tuntutan zaman ini ditayangkan pada 23 September 2020 di Jogja TV.

Gambar 2. Beberapa Lukisan yang mengikuuti Pameran Karya Angga Yuniar Santosa (kiri), Agung Almasih (kanan atas), dan Totok Buchori (kanan bawah).

Untuk Wayang Cinema, masyarakat dapat mengakses gelaran tersebut melalui kanal youtube FKY 2020. Wayang cinema merupakan sebuah karya pertunjukan wayang secara digital dengan judul ‘Sumpah Paralaya’ tentang Perang Bharatayuda. Panggung virtual juga menyuguhkan gelaran Dagelan Guyon Maton persembahan Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, yang dapat dinikmati melalui website FKY dan youtube FKY 2020. Tujuan utama dari gelar dagelan ini adalah untuk memberikan hiburan melalui candaan ringan, menggelitik, dan segar di tengah masa sulit yang hadir disebabkan pandemi.

Seremonial pembukaan FKY 2020 dilakukan di Museum Sonobudoyo mulai pukul 17.00 WIB dengan menampilkan karya kolaborasi Landung Simatupang (teater), Kunto Aji (musik), Lintang Kenalirangkaipakai (seni rupa), dan Anter Asmoro Tedjo (tari), dan diresmikan langsung oleh Direktur Utama FKY, Paksi Raras Alit.

Dalam sambutannya, Paksi menuturkan arti dibalik usungan judul ‘Akar Hening di Tengah Bising’ sebagai berikut:

“Akar yang yang bergerak hening seperti kita dalam diam namun tetap melakukan sesuatu yang menakjubkan di tengah situasi kondisi bising saat ini. Mengusung semangat yang sama di tengah pandemi Covid-19 ini FKY harus tetap terselenggara seperti layaknya sebuah festival dengan mengikuti protokol kesehatan dan pemanfaatan teknologi digital.”

Sekali lagi, melalui ‘MULANIRA2’ kita diajak untuk melihat, menyimak, dan membaca kembali berbagai pengetahuan yang dipraktikkan sebagai bagian dari hidup sehari-hari, yang meliputi upaya untuk bertahan hidup, beradaptasi dengan segala ragam tantangan, baik tantangan alam ataupun tantangan kultural.

 

Salam Budaya!!

Lestari Budayaku!